Selasa, 07 April 2015

muhamad dustai kamu

Ketika kita membaca keberadaan Muhammad selama hidupnya, kita dikesankan seolah-olah beliau sangat dekat dengan Jibril dan Allah SWT. Namun sebegitu tiba titik kematiannya, dimana kontinuitas yang mempertalikan dirinya dengan waktu dan ruang mendadak terputus dan lenyap, maka mendadak terputuslah pertalian-nya dengan Jibril dan Allah, bahkan lenyap pulalah keseluruhan dirinya! Alias tak tercari dimana dia berada! Karena itu muncullah pelbagai macam dongeng yang menempatkan sosoknya berlainan satu dengan lainnya.

1. Ketika Muhammad berada dalam sekarat kematiannya, ia tampak gelisah karena dua hal yang tak tersembunyikan lagi. Hal pertama, dia menyadari dosa-dosanya, termasuk a.l. dosa pembunuhan bahkan genocide suku Yahudi yang dilakukannya secara terbuka atas nama Allah. Dan dua, dia merasa harus dihubungkan dengan “seorang Syafi” (Juru Syafaat)  yang berdaulat atas alam akhirat, sebab memang “real-estate surgawi dengan kebun-kebunnya” tidak dijanjikan kepadanya dari mulut Allah sendiri. Maka dia berseru, “Wahai Tuhan! Ampunilah saya, Kasihanilah saya dan hubungkan saya dengan Teman yang Mahatinggi” (Shahih Bukhari no.1573).

Ternyata semuanya lenyap, tak ada respon dari Allah maupun Jibril yang tadinya (katanya) selalu mendampinginya, dan bahkan alam pun tidak ikut bergejala. Muhammad lenyap ditelan entah ke ruang hampa yang mana…

2. Surat Maryam 71 menjadi titik tolak dari kepergiannya dan para pengikutnya yang sangat menggelisahkan:

“Dan tidak ada (seorangpun) dari kamu, melainkan akan mendatanginya (atau memasuki neraka itu). (Yang demikian itu) bagi Tuhan Pemelihara kamu adalah suatu yang sudah ditetapkan” (Al-Quran & Maknanya, Terjemahan Quraish Shihab).

Ayat Allah yang menjanjikan neraka ini sungguh merisaukan Muslim sejak ia diturunkan hingga sekarang. Maka dicoba habis-habisan oleh sejumlah ulama untuk digeser artinya kepada orang kafir (bukan orang Muslim bertaqwa). Tentu saja pemlintiran makna ini tidak memuaskan dan tiada guna. Sebab sekali Allah telah mendekritkan neraka, maka tidak ada yang dapat mencegah-Nya atau mengajukan usulan lain kepada-Nya. Semuanya sudah amat jelas, muhkamat, dan sederhana, "Wa im minkum illaa waariduha" dimana Allah memang berwahyu lurus kepada lawan bicara-Nya dengan sebutan “Kum” (kamu). Dan ini dilanjutkan-Nya dengan memastikan bahwa ketetapan  itu berasal dari “Tuhan Pemelihara kamu” yang tentunya bukan Tuhan orang kafir! Bahkan pewahyuan  ini tidak meluangkan perkecualian kepada siapapun, termasuk Muhammad. Itu sebabnya posisi Muhammad setelah kematian-nya tidak bisa dipastikan wilayahnya, kecuali kembali didongengkan oleh manusia bahwa beliau PASTI ada di wilayah tertinggi dan terhormat, padahal semuanya hanyalah wilayah  limbo di tanah antah-berantah.

3. Sementara itu dongeng mulut-kemulut Muslim berkata (dan berharap) bahwa Muhammad telah ditempatkan ke alam Barzakh, menunggu hari Penghakiman. Dan dikisahkan lagi bahwa nantinya Allah akan menempatkannya di surga tertinggi Wasilah! Akan tetapi pada kenyataannya Muhammad sendiri mengaku tidak tahu kemana dia akan ditempatkan. Beliau berkata:

“…aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat (Allah) terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu” (Qs.46:9).

4. Sementara  semua para nabi seperti Isa, Adam, Musa, Abraham dan lain-lain, telah dinyatakan oleh Muhammad sebagai sosok-sosok yang telah dijumpainya di surga (perjalanan Mi’raj, dalam langit yang berbeda-beda, lihat Shahih Bukhari Volume 1, Buku 8, No.345 dan lain-lain), maka kenapakah Muhammad seorang yang ter-diskriminasi tidak bisa kumpul serentak dengan para nabi Israel lainnya di surga, melainkan justru harus menunggu terpisah sendiri di alam barzakh (?) Tidak ada jawaban yang bisa diijtihadkan (baca: rekayasa Islam), kecuali mendasarkannya pada alasan hakiki (kebenaran dasar) bahwa Muhammad memang tidak qualified masuk dalam bilangan-Nya yang dipastikan sudah berada di Firdaus ! Lho kenapa? Ya, karena tidak ada tangan Tuhan – dengan bukti dan saksi - yang mengurapinya sebagai rasul-Nya, kecuali ia sendiri yang mengangkat dirinya. Itu sebabnya ajarannya sungguh menyimpang dari Taurat, Mazmur dan Injil Tuhan Semesta, sedemikian sehingga untuk “membenarkannya”, Islam harus berinisiatif menuduh (memfitnah) bahwa Alkitab itu korup. Dimanapun, Quran tidak bisa membuktikan kebenaran intrinsik dirinya, melainkan harus menyimpang dengan menuding kitab orang lain itu palsu. Padahal justru Muhammad dan pengikutnyalah yang telah mengkorupkan dan mengacaukan Alkitab seenak perutnya. Beberapa butir saja dari beratus-ratus butir pengkorupsian dan comotan asal jadi, diserakkan disini,

Mulai dari mengkorupsi/mengosongkan Hukum Yang Terbesar (Hukum Kasih) dari Quran; penggantian Roh Kudus menjadi mahkluk Jibril; Firman yang kekal di Lauhul Mahfudzh di-nasikh-mansukh-kan (digugur-gantikan oleh Muhammad);  mengadopsi ritual pagan (ibadah haji, shalat, kiblat dan lain-lain) yang tidak pernah dikenal oleh para Nabi-nabi sebelumnya, dan cium batu Hajar Aswad yang sangat najis berhala; menghilangkan Paskah Musa (tulah Firaun ke-10 dihilangkan dari Quran, padahal itulah klimaks hunjukan kuasa Tuhan); menafikan nubuat nabi-nabi tentang penyaliban Yesus yang terbukti benar, yang disaksikan secara mutawatir; mengkorup kuasa firman Yesus dalam mengusir setan (bukan sekedar minta perlindunganTuhan seperti yang dilakukan Muhammad Qs.113, 114); mengatasnamakan Allah, Nabi minta doa dari umatnya, bukannya mendoakan umat  seperti yang dilakukan oleh semua nabi sebelumnya, dst.

5. Ya, Muhammad tahu persis bahwa Allah tidak menjanjikan keselamatan kekal kepadanya. Dia membutuhkan doa shalawat yang terus-terusan dari umatnya demi mendapatkan rahmat keselamatan dari Allah,  “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawat-lah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Qs.33:56). Dengan shalawat sekalipun, namun Allah tetap tidak memastikan apa apa kepada-Nya. Sampai kapankah doa shalawat harus dicurahkan untuk Nabi dan keluarga-nya, “Allahumma shalli’ala sayidinaa Muhammad, wa ala ali sayidinaa Muhammad”? Dimanakah pula putri  kesayangan Nabi, Fatimah, sekarang ini yang memang pernah diperingatkan oleh Nabi agar ia beramal sebanyak-banyaknya, “karena aku (Muhammad) tidak dapat menyelamatkanmu (Fatimah)” (HR. Muslim). Kalau sampai Fatimah juga tidak bisa diapa-apakan oleh Nabi, maka semua pengikut Nabi pasti getir dan was-was. Apalagi kalau hal ini dikontraskan dengan  para nabi Israel lainnya yang tidak sekalipun memerlukan shalawat dari pengikutnya, tetapi sudah qualified berada di surga!? Tidakkah Muslim heran atasnya?

Bertanyalah dalam hati yang terdalam, kenapa Muhammad sebagai pemimpin rohani sangat labil menghadapi alam akhiratnya. Kenapa justru Isa dan para nabi lain sudah berada di surga dan merupakan sosok-sosok yang didekatkan kepada Allah (Qs.3:45)? Dan lagi-lagi Muhammad – sebagai “tuan-rumah” Quran, kembali tidak disebutkan namanya secara eksplisit dalam Quran yang justru diturunkan kepadanya??? Begitu labilnya Muhammad sehingga untuk menutupinya, ia sempat memproklamirkan 10 orang yang dipastikan naik ke surga, tetapi tidak termasuk dirinya! (lihat Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, I, no.50). Kemudian diperbaiki dalam versi lain yang memasukkan dirinya, tetapi karena agaknya harus mempertahankan angka 10, maka dikeluarkanlah nama Abu Ubaidah ibn al-Jarrah! (Ibid, IV, no.3905). O, Abu Ubaidah yang malang, sudah dijamin masuk ke surga, tetapi karena salah administrasi dunia, maka tertendang keluar! Begitukah?

Muslim selalu membela dengan mengatakan bahwa Muhammad jelas termasuk salah satu dari “   Yang kita perlukan bukan pembelaan buta, tetapi justru jawaban rasional bagaimana Muhammad dan para pengikutnya di abad ke-7 dapat menyisipkan dirinya dalam konteks ayat (3:45) ini ketika pada abad pertama malaikat berkata kepada Maryam tentang Isa Almasih dan nabi-nabi sekaumnya? Sekalipun jikalau ayat tersebut menyangkut kemuliaan kepada Muhammad, tentulah Allah akan turut mengorbit-kan namanya secara spesifik bahkan mendahulukannya didepan nama Isa.

Sebaliknya, Yesus justru telah mendemonstrasikan penampilan “minal muqarrabiin”  secara otentik dan berotoritas yang diwakilkan oleh Nabi Musa dan Elia, dengan disaksikan oleh 3 pasang saksi-mata,

“Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka (Petrus, Yakobus dan Yohanes); wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia”... Dan tiba-tiba … turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (baca perikop Matius 17:1-8).

 Tuhan memerintahkan kita untuk mendengar Firman Sang Anak (Yesus Almasih), namun Muslim justru lebih memilih mendengar dongengan tanpa bukti dan saksi dari Muhammad yang justru kepergok membual:  “Aku mendatangi pintu surga pada hari kiamat untuk membukanya. Maka penjaga pintu bertanya, ‘Siapakah kamu?’ Aku menjawab, ‘Muhammad’. Ia mengatakan, ‘Kepadamu aku diperintahkan agar aku tidak membukanya untuk seorangpun sebelummu” [HR.Muslim (3/73-Syarah An-Nawawi)].

Pintu surga tertutup sampai Muhammad menginjakinya? Dia lupa. Bahwa pintu tersebut sudah terbuka ribuan tahun sebelumnya bagi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain ketika Muhammad sendiri sudah menjumpai mereka dalam event Mi’raj-nya di surga.  Isa bahkan sudah diangkat naik kesisi Allah dalam Qs.4:158, 3:55. Ini membuktikan kesekian kali betapa berani dan sesuka perutnya Muhammad berkata-kata atas nama Allah SWT, tentang hal-hal yang tidak diwahyukan/diperintahkan Tuhan kepadanya. Dan untuk nabi demikian, telah dinubuatkan dengan tepat dalam Taurat Musa bahwa ia akan dihukum dengan kematian kekal:

“Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi nama-Ku perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati” (Ulangan 18:20).

Musa kenal Yesus dan Elia secara timbal balik. Namun Musa tidak mengenal Muhammad. Hanya Muhammad sajalah yang selalu mengaku-ngaku kenal dan tahu siapa itu Musa, Isa, dan segudang nabi lainnya. Tetapi dalam nubuatan yang dahsyat diatas, Musa seolah hendak peringatkan Muslim agar saatnya mulai bertanya kritis: “Nabi manakah yang terlalu berani menjamin 10 orang PASTI masuk ke surga?” Otoritas manakah yang diperolehnya untuk menjamin, sementara matinya dia masih bergelimang dalam dosa dan mencari-cari seorang Syafi, “Temanku Yang Maha Tinggi?” (Shahih Bukhari #1573).

Jelas sepuluh orang yang dijamin hanya mendapat check kosong, pelipur lara belaka, karena sosok yang mengeluarkan check tersebut justru harus mati dalam kekekalan, dan kini tidak terjumpai lagi dia ada di alam mana. Finished! Besso telah pergi. Einstein telah tiada. Muhammad telah mati. Tetapi Yesus hidup selamanya!